Rabu, 13 Agustus 2008

Tersenyumlah Wahai Jiwa


(Abdul Rauf Ketua Umum KAMMI Daerah Riau 2004-2006)

Subhanalloh…..Allohu akbar….

Tetes embun dipagi ini menyejukkan qalbu menerobos sanubari. Tak terasa hari – hari yang kujalani dalam sebuah lorong kehidupan disambuat dengan senyum sang mentari pagi. Riuh rendah suara burung camar dipantai impian kembali menyenandungkan ghoroba….ghuroba…..ghuroba……

Hari ini daku harus tersenyum lebar kegirangan sebab sebening cahayanya tadi malam menyuluh lokus – lokus jiwa ku, cahaya nya membersihkan ruang jiwa dan telah menenteramkan jiwa…

selamat tinggal jiwa yang gundah gulana….selamat tinggal jiwa yang merana.

Sambut langkah yang tak pernah kenal putus asa karena disana tempat perjumpaan yang mengantar jiwa-jiwa pada sebuah persimpangan untuk memilih jalan yang terindah yang bertitahkan permata. Itulah jalanku, jalan kita wahai temanku, jalan kita semua. Tiada salahnya jika kubenarkan lantunan kata seorang pujangga “Senyum disaat kesusahan dan kesukaran adalah pertanda dari kesabaran….

senyum dalam kondisi konflik yang menggelandangkan jiwa adalah tanda dari sebuah ketenangan”. Memang tak pelak dari sebuah senyum menjadi representasi dari kelapangn jiwa. …dengan kelapangan jiwa itu tampil sebagai dewasa. Dengan senyum juga menyejukkan kalbu. Sehingga dengan kesejukannya kita akan bahagia.

Sahabat…kabut takkan terus membendung jiwa hingga berkelana didunia yang terasa bagai orang asing memenjarakan kreatifitas kita. Yakinlah bahwa titik kulminasi dalam siklus yang melakukan rotasi itu akan tepat focus kulminasinya. Tidakkah kita bisa ambil perumpamaan yang DIA telah perlihatkan pada sebuah pohon hidup dimusim peciklik dan kemarau berpanjangan…….lantas penampakan yang merupakan instink pada setiap makhluk NYA menggugurkan daun yang menguning akibat penyimpanan dan penghematan zat-zat hasil fotosintesis dari metabolismenya. Lantas mengapa daun digugurkan? itu artinya power difokuskan diinteren pohon itu. Tidak muluk – muluk mengumbar informasi bahwa dia pohon yang rindang.

Sahabat itulah yang pernah kita lakukan di medan ini kan?

sahabat…..itulah perumpamaan yang dapat dijadikan pelajaran

Sahabat ku……memang banyak orang yang memahami arti senyuman, bahkan pengertian senyum banyak ragamnya tapi semua kita memahami kapan senyum – senyum itu menjadi isyarat dalam pentas juang. Senyum dapat saja menjadi alasan kebahagiaan dan juga bisa diartikan sebuah ejekan dan cemeehan, atau hanya ungkapan tak bermakna sebatas membalas senyuman bukan berlandaskan iman.

Tiada dosa kiranya saat kita puji Alloh seraya kita tersenyum kebahagiaan walau kebahagiaan dihadapan sang khalik biasanya dengan tangisan keharuan.

Saat refleksi ku dalam sebuah pertualangan ku hingga hari ini, daku hanya tersenyum saat bayangan masa lalu menampakkan wujudnya dalam renungan . Daku ingat-ingat “kapan daku kenal jalan ini, kapan hati – hati kita dipagari oleh Alloh menjadi sebuah ikatan ukhuwah yang tak ada yang mampu memutuskannya kecuali Dia….

Senyum pun berlalu “oh tahun itu, dihari itu, pada waktu itu”…itulah refleksi sesaat membuat daku mampu tersenyum”.

Sungguh tiada yang bersedih saat Alloh memilih jalan ini pada siapa yang dikehendakinya. Mari sejenak kita lempar pandangan kita dinegeri seberang ………. Palestina….oh palestna. Tidakkah kita tersenyum saat seorang ibu dipalestin mengasuh putra dan putrinya untuk menjadi peneris jihad pencari syahid dimedan laga ? sejenak ingatan ini mengalukan sebuah bacaan dimajalah sabili yang menjadi media islam yang akurat dan terpecaya saat ini….

daku ingat pada edisi-edisi terdahulu halaman-halaman berlalu bertatahkan tinta hitam menjadi kilatas emas yang mahal dalam lembar-lembar sejarah peradaban ummat manusia. ternyata dizaman ini masih ada seorang UMMI yang terseyum lantas mata berlinang mengantarkan kepergian putra sulungnya dipenghujung syahid seraya tak mampu banyak berkata – kata “ wahai ananda ku sekalian sebentar lagi kanda mu akan melihat syurga Alloh yang indah seraya membelai dahi putra sulungnya dengan penuh kasih sayang….

Ummi yang mulia telah melahirkan dan menyapihnya sehingga menjadi dsewasa. Tapi pada hari itu ia menyaksikan ruh yang akan meningalkan raga sang putra tercintanya pergi meninggalkan untuk selamanya….hanya Allohlah yang meneguhkan kesabaran di hati Ummi yang mulia dan dimuliakan… mata Ummi yang mulia terasa tak sanggup menyaksikan luka tertembus misiu yahudi durjana….namun senyum kebahagiaan itu diiringi dengan kilatan mata yang berkaca – kaca. Saat itu jua sang Ummi masih sempat menghibur walau gundah gulana berkecamuk dalam benak seorang ibu yang mulia.

lantas dari bibir yang mulia itu mampu menyembunyikan kesdihan seorang ibu yang mencintai putra sulungnya dengan seulas senyum walau tangisan dan air mata menusuk hati namun memotivasi putra – putri yang akan di didik menjadi mujahid tak pernah surut seraya berkata “apakah anak – anak ku sekalian tidak ingin menyusul ke sorga bersama kakanda kalian ?” sepontan dari bibir yang tidak pandai berdusta itu saat umur mereka masih kanak - kanak itu mengatakan duhai bunda….kami ingin seperti kakanda. Umur kanak – kanak bukan menjadi penghalang bagi mereka sang pencinta syahid yang menyambut dipenghujung kesyahidan dengan senyuman kemuliaan

Kebahagiaan mereka meluluh lantakkan hati yang kasar dan keras lagi pendendam, mereka perpelukan dengan senyum dan air mata bahagia menetes dipipi mereka.

Saat itu bumi merasa iri dengan kecintaan mereka pada Alloh dan jihad dijalan Nya. Dari peristiwa ini daku bertanya pada diri ku mampukah saya tersenyum saat ruh akan kembali ketempat asalnya………atau orang yang ku icinta pergi kenegeri yang kekal membawa kesyahidan dipangkuan ku…..senyum yang manakah yang terukir dibibir ini ?

Wahai diri….tidakkah tersenyum saat berada disana ? atau malah berbalik arah takut akan kematian.

Dipenghujung kidung syahid dalam pertualangan panjang, pantas lah bibir tersenyum sebab sebentar lagi peristirahatan yang mengasyikkan dan menenangkan akan digelar menyongsong kehidupan sesudah kehidupan, menyonsong kehidupan sesudah kematian.

Peristirahatan yang indah itu akhir sebuah pengorbanan didunia yang penuh fatamorgana.

Peristirahatan itu melupakan kesengsaraan dan beban dunia……

Pantaslah kiranya bibir tersenyum menyambutnya hingga dibangkitkan kehadapannya. Namun cukupkah bekal yang akan kita bawa…..bekal kita itu tulus dan ikhlas kah ?

Wahai sang kekasih sejati ;Alloh ‘azza wajalla. Terimakasih…….Kami bisa tersenyum saat kami hanya punya engkau dan rosulnya…………………

Kokohkanlah kedamaian ini dalam relung-relung jiwa dan qolbu ku

Wahai jiwa ku ..tersenyumlah …………….

Wahai hati ku…. tersenyumlah…………..

Ku tau Senyum adalah sedekah………..

Bersedekahlah ……….

subhanalloh

Persimpangan Pertualangan, Selasa 16 Juni 2004

27 rabi’u tsani 1425 H

Ibnu Said Ibrahim – SPK

Yang Sedang Tersenyum

Tidak ada komentar:

SPIRIT DAKWAH