Rabu, 13 Agustus 2008

OPTIMALISASI FUNGSI KAMMI

(Saefudin Ketua Umum KAMMI Daerah Riau 2000-2002)


Kehidupan sebagai seorang aktivis memang tidak dapat disamakan dengan kehidupan seorang artis. Hari-hari aktivis penuh dengan jadawal-jadwal kegiatan baik malam maupun siang. Agenda dan kegiatan tidak hanya berskala derah tapi juga nasional bahkan internasional. Tapi tidak semua kativis memahami akan urgensi mengapa harus menjadi seorang aktivis. Bahkan tidak sedikit perjalanan sebagai seorang kativis hanya dijadikan sebagai peningkatan status sosial ditengah-tengah kampus dan lebih dari itu status seorang aktivis akan memberikan keleluasaanya dalam berbagaul dan melakukan manuver-manuver pribadi maupun organisasi dalam rangkan mempertahankan hidup sebagai seorang aktivis.

Namun apakah kehidupan seorang aktivis semuanya mempunyai orientasi yang sama ? tentu jawabanya tidak. Kalaupun ada yang sama yang dominan adalah pada tingkat subtansi landasan bergerak, yaitu mengatasnamakan agenda rakyat dan bangsa atau instisusi (kampus). Tapi dalam tataran idiologi dan visi sangat berbeda. Dalam konteks tataran normatif suatu gerakan untuk agenda rakyat nilai idiologi tidak menjadi faktor penghambat dalam gerakan masa. Ini menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa telah menempatkan posisinya sesui dengan karakteristik yang dimilikinya.

Lalu bagaimana fenomina organisasi menampilkan kulturnya dalam kesamaan idiologi dan ladasan bergeraknya, semisal KAMMI. Ada 2 hal yang menarik dari kultur yang dibangun KAMMI sebagai organisasi masyarakat, yaitu : Pertama, Adanya kekuatan masa (kader) yang homogen dalam konteks fikrah (pemikiran) dan landasan idiologinya yaitu Islam. Kedua, Adanya kekuatan jaringan. Indikasinya adalah bagaimana KAMMI mampu tampil dalam permasalahan-permasalahan umat baik nasional atau internasional dan hal ini diekspresikan dalam bentuk aksi masa maupun langkah nyata. Untuk lebih mudah difahami bahwa KAMMI mempunyai kekuatan ukhuwah.

Namun disisi lain kultur KAMMI dalam konteks padangan dan apresiasi publik masih mendapat tempat untuk dikristisi. Minimal ada 2 hal yang harus dikritisi KAMMI secara individu (aktivisnya) dan KAMMI secara keorganisasian. Pertama KAMMI secara individu : Masih belum kuatnya nilai-nilai intelektual aktivis KAMMI. Hal ini terlihat dari lambat dan lemahnya tingkat kekritisan aktivis KAMMI terhadap permasalahan-permasalahan bangsa baik dalam skala daerah ataupun nasionlal. Sehingga hal ini berpengaruh juga dalam wilayah-wilayah tindakan nyata dilapangan. Aktualisasi intelektual belum mendapat ruang yang lebih luas di mata publik. Hal ini tidak dapat dipertahankan dalam jangka waktu lama, kareana salah satu indikasi kualitas aktivis atau organisasi itu diukur melalui ketajaman dan kekuatan intelektualnya. Kedua KAMMI secara kelembagaan. KAMMI belum mampu memerankan fungsi internal dan eksternalnya seacara optimal. Sehingga tingakat responsif bahkan dinamaikan internal KAMMI pun masih cendrung lambat untuk bisa menjadi kultur bersama baik ditingkat KAMDA maupun KOMISARIAT. Mekanisme organisasi dan komunikasi belum dijalankan dengan baik. Sehingga damapak dari lemahnya dua aspek ini berpengaruh terhadap keberhasilan-keberhasail program. Kultur individu yang kreatif dan responsif terhadap kelembagaan KAMMI belum muncul secara nyata. Kalaupun ada belum menjadi kultur yang dominan.

Dua hal ini yang harus menjadi evaluasi KAMMI sebagai organisasi besar. Dalam proses identifikasi permasalahan KAMMI tidak hanya dengan pendekatan-pendekatan struktural tapi juga harus diiringi dengan pendekatan humanisme (kemanusiaan). Hala inilah yang sering diabaikan oleh sebagian besar organisasi. Dan hal ini berdapampak kepada pembekuan-pembekuan kreatifitas kader dan tidak menempatkan proses sebagai mekanisme yang harus dilalui.

Dalam konteks KAMMI hal yang layak dan strategis dilakukan untuk perbaikan kultur adalah :

a. Pembenahan dan perbaikan kembali Visi dan Misi dalam bergerak. Aspek ini tidak boleh bercampur dengan kepentingan-kepentingan individu atau kelompok (niat yang jelas).

b. Menjalin komunikasi personal yang efektif dan efisien baik dalam konteks struktural organisasi KAMMI maupun dengan pihak luar (OKP, atau masyarakat).

c. Menempatkan diri sebagai institusi milik publik bukan milik kelompok tertentu. Hal ini sangat penting, agar masyarakat tidak mempunyai definisi yang negatif terhadap KAMMI sebagai organisasi yang independen.

d. Agenda-agenda yang dijalankan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik kampus maupun non kampus.

e. Idialisme aktivis KAMMI harus dibuktikan sebagai mentalitas bergerak. Tidak rasional kalau aktivis KAMMI mempunyai kerangka berfikir yang pragmatis.

f. Membangun kekuatan internal yang mendapat dukungan dari kekuatan eksternal.

Presiden Wanita Antara Harapan dan Kecemasan

Secara pribadi saya tidak nyakin nasib bangsa ini dalam waktu dekat atau dalam kepemimpinan Mega Wati akan membaik. Peninggalan Orde Baru yang di lanjutkan oleh Habibie dan Gus Dur telah membawa bangsa ini mempunyai sedikit ruang Demokrasi. Artinya paradigma baru politik telah memberikan sikap rakyat lebih berfikir obyektif dan keluar dari penindasan HAM. Namun realitas politis menunjukkan bahwa gaya-gaya Orde Baru masih menjadi kekuatan dominan baik dalam dimensi konstitusi maupun prilaku politikus. Usia Reformasi yang sangat muda ini meninggalkan banyak permasalahan besar bangsa. Dan yang mengenaskan adalah adalah bencana yang melanda para elit politik yaitu pertikaian. Luka-luka Soeharto, Habibie dan Gus Dur mernjadi beban bagi Mega Wati untuk dapat menyembuhkannya.

Untuk itu kepemimpinan Mega Wati mengalami kegalauan yang sangat besar, jika dalam perjalanannya Mega Wati justru tidak menjadi Presiden yang mempunyai keberanian seperti Gus Dur. Keberanian Mega Wati untuk membawa kondisi bangsa ini menuju kearah Visi Reformasi adalah pekerjaan yang tidak mudah, karena mega punya pekerjaan besar dalam awal-awal kepemimpinanya untuk menyatukan kembali elemen-elemen yang telah bertikai. Jadi secara kredibilitas politik Mega Wati harus bersikap lebih Demokratis dibanding Gus Dur. Relaita sikap dan paradigma politik Mega Wati Sepanjang pengamatan saya tidak ada yang dapat dihandalkan untuk merubah nasib bangsa ini. Mega Wati hanya mempunyai keberanian untuk ambisius mendapatkan jabatan sebagai seorang presiden. Jadi secara implisit Mega Wati minta jabatan sebagai Presiden dan keinginan ini lahir dari dukungan tokoh-tokoh PDIP yang banyak didominasi oleh kelompok-kelompok Nasionalis.

Kredibitas dan keberanian Gus Dur justru lebih baik dibanding Mega Wati, dan ini adalah suatu sifat yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Asumsi dan prediksi saya kepemimpinan Mega Wati justru akan menimbulkan permasalahan baru ditubuh ummat Islam khususnya dan memungkinkan nilai-nilai Nasionalisma akan semakin subur. Untuk mencermati situasi politik kedepan ummat Islam harus lebih hati-hati dalam memainkan peran politiknya terhadap kepemimpinan Mega Wati. Jumlah pendukung Mega Wati sangat besar, dan saya berani mengatakan masa PDIP lebih radikal di banding masa PKB. Untuk ukuran kekuatan politik dan masa Mega Wati mempunyai posisi tawar yang sangat tinggi. Implikasinya bisa jadi masa depan partai Nasionalis ini akan lebih kuat untuk kedepan, otomatis kekuasaan presiden akan lebih kuat.

Sebagai catatan kedepan setelah terpilihnya Mega Wati sebagai presiden kita jangan terlena dan merasa puas dengan proses politik yang barusan terlaksana. Karena proses ini justru menyimpan kekuatan besar yang suatu saat akan meretakkan tujuan besar partai-partai Islam. Ummat Islam harus tetap waspada terhadap sikap politik Mega Wati, karena saya nyakin sikap politinya banyak lahir dari orang-orang disekitarnya. Soekarnoisme dan Nasionalisme kembali hadir mewarnai bangsa ini. Ruang gerak Mega Wati jangan diarahkan ke wilayah-wilayah ideologi ummat Islam, untuk menciptakan hal tersebut Ummat Islam khususnya Mahasiswa harus Kembali Merapikan Barisan menyongsong rezim baru dan siap menjadi oposisi mutlak kalau kepemimpinan Mega Wati melawan Rakyat.

Pekanbaru, 24 Juli 2001

Tidak ada komentar:

SPIRIT DAKWAH