Selasa, 19 Agustus 2008

Partisipasi Publik


(Refleksi 223 Tahun Kota Pekanbaru)

Oleh : Effendi Muharram Ketua Umum KAMMI Daerah Riau 2006-2008

Kehidupan demokratisasi yang sehat menjadi harapan paling realistis bagi bangsa ini ketika 9 tahun yang lalu tepatnya 21 Mei 1998, Presiden Soeharto lengser ke prabon. Gegap gempita bersahutan dari seluruh rakyat Indonesia menyambut fajar baru : Reformasi. Apa yang paling diharapkan dari hadirnya demokratisasi yang sehat? Salah satunya adalah partisipasi publik di semua level kebijakan.

Partisipasi yang dimaksud adalah membangun relasi antara pemerintah dengan masyarakat; Membangun keterbukaan dan responsivitas pemerintah serta mengikutsertakan publik dalam pembuatan kebijakan dan penyediaan layanan kepadanya. Pentingnya partisipasi publik dalam mengendors pemerintahan yang kredibel dan dicintai rakyat telah menempatkannya pada urutan pertama diantara 15 variabel lainnya yang dianggap penting oleh UNDP dalam menciptakan pemerintahan “rakyat”.

Secara sederhana kita mengenal tiga pelaku dalam tata kelola pemerintahan yaitu negara atau public sector, wiraswasta atau bussines sector dan masyarakat atau civil society. Ketiga sektor ini merupakan satu kesatuan yang integral, meski secara tanggung jawab dan hak otoritas, negara/pemerintah memainkan peran paling penting dan menentukan. Di era semuanya serba dipilih langsung, keterlibatan publik atau masyarakat tidak hanya sebatas itu (memilih) namun dalam proses menjalankan roda pemerintahan sebaiknya keterlibatan masyarakat haruslah senantiasa dihidupkan.

Mengapa Partisipasi

Pertama, Pada level operasional dan praktek, kemitraan akan bekerja paling baik jika berlangsung diantara institusi (pemerintah) dengan kelompok masyarakat yang terorganisasi dan melembaga. Interaksi keduanya akan membangun pola komunikasi yang efektif guna menerjemahkan kebutuhan masyarakat dalam mendayagunakan sumber daya-sumber daya pembangunan. Kedua, dapat menghindari kondisi dimana sebagian besar masyarakat (terutama kelompok marginal) yang hanya menjadi penonton dalam pembangunan. Dengan adanya mekanisme partisipatori, kelompok marginal yang kontraproduktif dapat dimobilisasi dan masalah distribusi sumberdaya yang tidak merata dapat terselesaikan melalui kerjasama dari banyak pihak. Ketiga, Partnerships harus dilengkapi dengan mekanisme mengarusutamakan (mainstreaming) kelompok marginal dan mengaktifkan mereka dalam tata kelola pemerintahan.

Menurut Nashir Fahmi (2006), demokrasi memiliki titik temu nilai yang paling mendasar dengan kultur masyarakat modern yaitu pada konsep partisipasi. Konsep ini memberikan posisi kuat kepada masyarakat terhadap negara/pemerintahan dan mengunggulkan akal kolektif atas akal individu. Pemberdayaan masyarakat terhadap negara berbasis pada nilai-nilai kebebasan dan hak-hak asasi manusia, sedang keunggulan akal kolektif berbasis pada upaya mengubah keragaman menjadi sumber kekuatan, kreativitas dan produktivitas. Karena itu, demokrasi mempunyai implikasi kuat terhadap proses pemberdayaan dan partisipasi masyarakat.

Pemerintahan Partisipatori

Pemerintah seharusnya tidak memandang setiap aktifitas partisipasi masyarakat dengan rasa cemas dan apriori, dengan berdalih diboncengi oleh kekuatan politik tertentu dengan tujuan sempit untuk sekedar melahirkan instabilitas jalannya roda pemerintahan. Dalam konteks pemerintahan yang bersih, tidak lagi penting sebuah ide dan gagasan itu terlahir dari mana, namun yang terpenting substansi dari ide dan gagasan itu harus bermuara pada perbaikan dan kesejahteraan publik. Setidaknya ada beberapa hal yang mesti disugesti pemerintah bahwa Pertama, Partisipasi membantu pemerintah (daerah) dalam memaksimalkan sumberdaya yang dimiliki. Kedua, Partisipasi mengurangi potensi konflik sebelum pembahasan kebijakan/program masuk ke Pemda. Ketiga, Partisipasi memperkuat kepercayaan (legitimasi) terhadap pemerintah. Keempat, Partisipasi memberi keyakinan akan kontinuitas perencanaan meskipun terjadi perubahan kepemimpinan.

Selain itu juga, partisipasi membantu dalam identifikasi masalah, isu, kebutuhan dan fokus perhatian secara akurat; identifikasi program dan proyek/kegiatan yang tepat, identifikasi kegiatan legislatif yang diinginkan secara tepat sehingga tidak terkesan tebar pesona dan sekedar menghabiskan anggaran; membangun dukungan stakeholders dan ownership dari agenda eksekutif-legislatif

sehingga tidak lagi berorientasi pada politik kekuasaan (dagang sapi) namun pada politik pelayanan.

Pemerintah sebagai mandataris masyarakat, sudah saatnya tidak menyikapi setiap bentuk partisipasi dari kelompok masyarakat dengan cara apriori, penuh kecurigaan dan kekerasan. Secara singkat saya ingin mengatakan bahwa model pendekatan otoritarian selama ini justru membuat citra pemerintah jatuh dan terpuruk. Pada titik nadir terbawah akan mengarah pada delegitimasi. Kecemasan dan kecurigaan seperti itu tidak pada tempatnya. Pemerintah pada skala apapun harus menunjukkan sebagai pelayan masyarakat, berjiwa besar dan bersikap negarawan. Oleh sebab itu, kita dapat meyakini bahwa tuntutan terhadap demokrasi yang kian marak dewasa ini mendapatkan resistensi dan hambatan bukan dari rendahnya tingkat partisipasi masyarakat melainkan dari para pemimpin yang ingin mempertahankan status quo dengan cara mematikan partisipasi rakyat.

Pada tataran konstitusi, sebenarnya setiap masyarakat telah memiliki legitimasi untuk tidak lagi takut untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan/pengambilan kebijakan. Payung hukum ini telah diakomodir pada

Pasal 53 UU No. 10 Tahun 2004 :Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah”. Beberapa daerah justru memfasilitasi dan menguatkan peran masyarakat ini kedalam Peraturan Daerahnya. Sebagai contoh : Perda No. 6/2004 Kab. Lebak tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintah dan Pengelolaan Pembangunan, Perda No. 3/2004 Kab. Gowa tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan, Perda No. 5/2004 Kab. Solok tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan dan Partisipasi Masyarakat, Perda No. 10/2004 Kab. Magelang tentang Mekanisme Konsultasi Publik, Perda No. 3/2002 Kota Gorontalo tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan, Perda No. 14/2003 Kota Kendari tentang Kebebasan memperoleh Informasi, Perda No. 5/2003 Kota Probolinggo tentang Partisipasi.

Seingat saya, di Kota Pekanbaru tercinta pernah ada usaha dari berbagai kekuatan kelompok masyarakat untuk memperjuangkan pembuatan Perda Transparansi Pemerintah, bahkan hingga pada tahapan telah mampu membuat tawaran draft. Namun tanpa alasan yang jelas, ditolak mentah-mentah oleh pemerintah (eksekutif). Bukankah Pekanbaru sebagai ibu kota Propinsi Riau sudah seharusnya menjadi perintis dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis?

Mekanisme Pemerintahan partisipatori memang hanya bisa dijalankan ketika ada jaminan bahwa pemerintahan bersih dan menginginkan permberdayaan masyarakat dengan cara mengedukasi mereka. Dijelaskan apa yang menjadi hak dan kewajiban masyarakatnya. Sebab, Good Government dibangun minimal atas dua syarat yaitu masyarakat yang aktif dan Pemerintah yang Responsif, Transparan, dan Akuntabel.

Dalam sudut pandang masyarakat, ketika peran partisipasi dalam artian yang luas dan bertanggung jawab telah terselenggara maka pemerintah telah mendorong terwujudnya masyarakat yang cerdas. Selain mendapatkan umpan balik masyarakat atas kualitas dan kecukupan layanan publik, pemerintah juga telah berhasil mengkatalisasi publik untuk mengadopsi sikap mental yang pro aktif dengan meminta akuntabilitas, aksesibilitas dan responsifitas dari penyedia layanan publik.

Tahun ini usia kota kita telah cukup tua, semoga menjadi rumah kita bersama tempat kita berkarya. Menjadi masyarakat aktif dan bertanggung jawab serta menjadi pemerintah yang melayani rakyat. Dirgahayu Pekanbaru, semoga menjadi kota Cerdas.

Mari belajar dari lapangan……..

…..Bekerja bersama warga …..

…….Untuk Masa Depan yang Lebih Baik !!

*) Penulis adalah Ketua Umum

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia

(KAMMI) Daerah Riau

Tidak ada komentar:

SPIRIT DAKWAH