Rabu, 13 Agustus 2008

Problematika Pasar di Pekanbaru

(Eddy Syahrizal Ketua Umum KAMMI Daerah Riau 2002-2004)

Pernah saya berbincang dengan seorang praktisi hukum dan kebetulan ia juga seorang pengusaha. Kami membicarakan mengapa kok di Indonesia dan khususnya di Riau kita seperti orang yang sekarat. Kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin semakin lebar dan dalam. Jurang itu setiap hari senantiasa di keruk persis seperti pengerukan pasir laut Riau lalu di uruk ke negeri lain dan tinggallah kita yang mendapatkan keruhnya. Apes sekali. Kekeruhan itu akhirnya menghasilkan kekisruhan, saling menyalahkan. Semua saling menyalahkan. Mencari kambing hitam, kambing hijau dan kambing-kambing lainnya. Lucu sekali. Benar-benar menyedihkan. Kasihan deh kita. Ya gitu deh … kalimat inilah yang menjadi ikon menggambarkan kondisi kita. Intinya tidak pernah ada solusi yang bisa menuntaskan semua permasalahan kita.

Sorry kawan, kok melantur kemana-mana. Beliau mengatakan ada tiga kesalahan kita bangsa Indonesia sehingga tidak pernah maju-maju. Pertama, kurangnya memperhatikan pengembangan sumber daya manusia. Selama ini kita hanya memprioritaskan pada pembangunan infasruktur saja. Padahal sudah digembar-gemborkan oleh para aparat birokrat kita mulai dari presiden sampai gubernur sampai RT malah pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya. “Omong kosong!”, katanya. Bahkan di memplesetkan K2I nya propinsi Riau dengan akronim “Kawan-Kawan Inyo!” He… he … Saya hanya terkekeh sinis mendengar penjelasannya. Katanya nih ! pengembangan sumber daya manusia berkaitan erat dengan penguasaan tekhnologi. Sehingga kita tidak selalu jadi konsumen.

Kedua, kurangnya masyarakat kita untuk menginvestasikan dananya. Sehingga kita senantiasa menunggu investor dari luar. Padahal banyak kok diantara anak bangsa ini yang mempunyai dana untuk diinvestasikan. Ini barangkali disebabkan belum adanya keberanian dan kesadaran serta mental untuk berkompetisi dalam bangsa dan masarakat kita. Sehingga kita selalu menjadi pekerja yang diperkerjakan oleh bangsa asing. Diperbudak di negeri sendiri. Kasihan. Memang agak gampang-gampang susah juga untuk meningkatkan kesadaran menginvestasi ini. So … bagaimana caranya agar kita menjadi tuan di negeri sendiri.

Untuk permasalahan yang satu ini saya sempat bertanya. Tetapi kan para penginvestasi luar negeri itu mendapatkan legalitas dan perlindungan tertentu dan khusus dari pemerintahan kita. Beliau menjawab :” benar, namun pada saat sekarang ini nuansa kompetisi itu sudah di buka lebar. Sehingga ada celah bagi siapa saja. Tergantung keberanian saja katanya. Sehingga peluang pasar itu dapat kita ciptakan dan dapat kita rebut.” Cukup lama juga saya memikirkan ulang apa yang telah diucapkan oleh bapak tadi. Mungkin memang benar peluang itu sudah di buka lebar. Tapi kan… siapa yang dapat menjamin …? Padahal saat sekarang ini saja pasar-pasar tradisional banyak yang digusur dengan alasan mendirikan pasar modern.

Contohnya saja kasus pasar suka ramai dan pasar senapelan yang sekarang dalam pembangunan telah memberikan catatan kelam dalam dunia investasi dan pembangunan ekonomi di Pekanbaru kota ini. Kasus-kasus serupa juga terjadi di kabupaten-kabupaten kota lainnya. Ini kan bukti bagi masyarakat bahwa investor yang nota bene bukan anak negeri di bela habis-habisan oleh system birokrasi kita. Walaupun, kita juga sadar masih banyak anak negeri yang mnjadi investor yang tidak layak jual karena minimnya dana, pengalaman dan rendahnya kualitas sumber daya manusia.

Sehingga penggusuran atas nama pembangunan selalu di lakukan. Apapun namanya penggusuran memang tidak mengenakkan pihak yang tergusur.Pekanbaru sebagai contoh suda seringkali melakukan penggusuran ini. Sebelum ini, Pemko Pekanbaru sudah melakukan beberapa kali penggusuran pasar tradisional yang akhirnya di sulap menjadi pasar yang lebih modern, jauh dari kesan kumuh, kotor dan bau. Paling tidak pasar pusat sekarang sekarang sudah berubah menjadi plaza senapelan yang menempatkan pasar tradisional di lantai dasar dan lantai atasnya adalah took-toko yang nuansanya lebih modern dan elit.

Hal ini juga terjadi di pasar bawah. Modernisasi pasar yang dilakukan pemko pekanbaru terhadap pasar ini menyulap pasar bawah menjadi plaza bercirikan elit dibandingkan dengan pasar tradisional. Bahkan sampai sekarangpun konfliknya juga belum selesai. Bak api di dalam sekam. Lalu kasus yang paling anyar terjadi adalah pasar senapelan yang melibatkan hampir semua pihak. Dan yang menjadi catatan adalah hampir semua gerakan mahasiswa memberikan advokasi pada waktu itu. Walaupun akhirnya mereka kelelahan dan satu-persatu mengundurkan diri.

Mungkin para pedagang tidak akan marah dan kemudian melakukan pemblokadean penggusuran kalau ada jaminan yang dapat mereka jadikan pegangan. Jaminan bahwa merekalah yang harus diprioritaskan menempati pasar yang akan dibangun nanti. Jaminan harga yang jelas, tidak terlalu tinggi sehingga terjangkau oleh kocek mereka. Karena ketidakjelasan semua itu akhirnya mereka menjadi kalap. Mereka mengatakan tidaklah menolak peremajaan pasar tersebut. Cuma dengan catatan kehidupan mereka akan menjadi lebih baik.

Selain itu, penentuan harga kios biasanya tidak terlalu melibatkan pedagang. Sehingga sebagai kasus saja untuk pasar senapelan kemampuan rata-rata pedagang adalah 8,6 juta sewa kios setahun pihak pengembang menetapkan harga 20 juta. Bukankah ini ada scenario yang sistematis untuk menggusur mereka secara sopan. Dengan alasan mereka tidak membayar uang sewa tersebut.

Lalu yang membuat para pedagang marah dalam kasus pasar senapelan ini adalah dilanggarnya kesepakatan bahwa status pasar adalah status quo sebelum adanya kesepakatan harga antara pihak developer dan perwakilan dari pedagang dan pemko. Status quo ini artinya pasar itu tidak akan diapa-apakan sebelum tercapainya kesepakatan antara semua pihak. Ironisnya, dalam masa itu pihak developer dengan di sokong aparat kepolisian pamong praja mengusur para pedangang dan memperlakukan mereka seakan tidak punya hak sedikitpun.

Walaupun kita tidak bisa menyalahkan pihak pengembang dan pemko sepenhnya. Karena ada pihak yang menangguk di air keruh yang mengatasnamakan pedagang menerima semua apa yang telah diajukan pengembang. Selain itu, pihak legislative juga seakan cuci tangan dengan mengatakan itu bukan wewenang komisinya. Mereka hanya mengawasi pembangunan fisik apakah sesuai dengan bestek atau tidak. Lalu dinas pasar mengatakan ke media massa bahwa tugas mereka hanya mensosialisasikan maalah pembangunan pasar pada semua pihak. Lalu satpol PP bilang mereka hanya menjalankan tugas menertibkan pembangunan. Pihak pemko hanya berkomentar pendek itu sudah sesuai dengan prosedur pembangunan. Tepat sekali alasan mereka. Tinggallah rakyat kecil yang semakin menderita.

Akibatnya ke depan yang akan kita rasakan adalah adanya kesenjangan social yang akan memunculkan konflik social. Dari semua pengalaman diatas paling tidak ada beberapa unsure yang menyebabkan konflik social ekonomi. Pertama, arah srategi pembangunan yang tidak memperhatikan system pembangunan perencanaan dari bawah (Bottom Up Planning). Kedua, Prioritas pembangunan tidak di jelaskan secara lugas dan transparan dalam APBD. Ketiga, antara Government Policy dan Devolopment Policy ada distorsi analisis dan implementasi sehingga menimbulkan argansi dalam kekuasaan yang cendrung otoriter. Keempat, APBD lebih terpusat pada reguleran dan budgeter birokrasi dari pada alokasi distribusi dan kontribusi social kemasyarakatan. Kelima, terpusatnya kepemilikan ekonomi pada kelompok regional tertentu.

Akibat dari semua hal diatas adalah timbulanya kesenjangan sruktural antar wilayah, kesenjangan pendapatan antar golongan penduduk dan kesenjangan antar sector pembangunan lainnya. Ini akan memicu konflik dalam masyarakat. Baik konflik yang terbuka dan jelas ada di masyarakat. Ataupun konflik tertutup yang bersifat sentimen dan kecemburuan social di dalam masyarakat yang lambat-laun juga akan terbuka menjadi konflik yang tidak bisa kita hindarkan suatu hari kelak.

Pada akhir perbincangan beliau mengatakan bahwa yang membuat masyarakat kita selalu berada dalam kebimbangan untuk meningkatkan taraf hidup di sektor ekonomi adalah karena tidak adanya kepastian hukum. Setiap konflik yang ada di negeri ini yang melibatkan masyarakat kecil dan investor serta birokrasi, yang tersudutkan pasti masyarakat kecil. Hal ini bisa menyebabkan dua sikap yang ekstrim dalam masyarakat kita yaitu pasrah menerima apa adanya sehingga mereka tergusur dengan cepat. Atau sifat ekstrim lainnya menolak agenda-agenda perubahan secara membabibuta tanpa rasionalitas sehingga menghasilkan sikap-sikap radikal di lapangan.

Memang semua ini memerlukan perjuangan untuk memperbaikinya. Kalau kita mau melihat sejarah ke belakang, kita adalah bangsa pejuang. Dahulu kita pernah berjuang membebaskan diri dari belenggu penjajahan dan merdeka. Namun, kemerdekaan kita ini rupanya hanya kemerdekaan semu. Kemerdekaan dari penjajahan asing hanya secara fisik. Sehingga ada beberapa gelintir anaka bangsa yang mentalnya masih terjajah malah menjajah saudaranya sendiri. Kita pernah menumbangkan orde lama, juga begitu dengan orde baru. Kita lalu bersma mengumandangkan deklarasi sekarang adalah orde reformasi yang penuh dengan transparansi.

Namun kita melihat subtansi perjuangan kita selama ini yaitu menuntut keadilan,persamaan hak dan pemerataaan pembangunan itu belum sepenuhnya terwujud. Sampai saat ini kita masih disibukkan oleh masalah kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Kantong-kantong kemiskinan dan pemiskinanan semakin lama semakin banyak di bumi Lancang kuning Riau ini. Setiap saat para pemimpin kita menarik simpati denga isu ini. Namun, di kesempatan lain mereka melakukan penggusuran pasar denga alasan untuk meremajakan pasar dan meningkatkan kenyamanan berbelanja dengan mengorbankan masyarakat kecil di sisi yang lain. Mereka hanya memandang kemajuan darisisi fisik dan sarana yang mentereng. Di lain pihak masyarakat di hibur dengan gemerlap lampu jalan dan warna-warninya lampu-lampu hias papan nama mal-mal.

Semua sampai saat ini hanya pada batas retorika.mungkin tulisan ini juga hanya retorika. Namun tidak ada tempat bagi kita untuk berputus asa.karena alam pasti berubah. Hukum alam akan berjalan. Semuanya akan terus dipergilirkan. Banayak yang mengatakan bahwa kita belum siap untuk menyambut perubahan. Omong kosong pernyataan seperti itu. Kalau memang belum siap sekaranglah kita menyiapkan diri. Marilah kita bersama berhenti sejenak menjenguk hati nurani yang paling dalam.

Masalah pasar. Adalah puncak gunung es daari berbagai permasalahan yang tampak dalam kehidupan kita saat sekarang ini. Seharusnya pembangunan kita pada saat sekarang ini lebih di fokuskan untuk membangun kepribadian. Membangun kompetensi pribadi. Sehingga rencana-rencana pembangunan yang akan kita laksanakan di masa depan lebih memiliki nilai kemanusiaan. Lebih ramah lingkungan. Bukan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan sesaat saja.

Tidak ada komentar:

SPIRIT DAKWAH